"Ekspektasi dan potensinya sebenarnya cukup positif. Karena seperti yang kita ketahui BUMN-BUMN di Indonesia banyak sekali yang dari sisi kinerjanya belum optimal. Pengelolaan asetnya pun begitu. Bisa dibilang kurang baik. Diharapkan Danantara bisa memgonsolidasi merapikan struktur dari BUMN-BUMN ini," tegas Wafi.
Perjalanan Danantara menata BUMN tentu tidak mulus. Penuh dengan tantangan kompleks.
BACA JUGA:Anindya Bakrie Promosikan Danantara di Forum Global Bergengsi Milken Institute 2025
Salah satu yang paling fundamental adalah kerumitan memetakan kondisi riil masing-masing BUMN. Jumlahnya banyak. Beragam model bisnis.
"Kami melihat potensi besar di beberapa BUMN. Tapi realisasinya seringkali tertunda karena berbagai faktor. Mulai dari resistensi internal, masalah hukum, hingga dinamika politik," ungkapnya.
Nah, Danantara berada di posisi cukup sulit. Harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan bisnis, sosial dan politik. Tugas yang tidak mudah. Perlu kejelian. Perlu keberanian luar biasa.
Dalam menghadapi tantangan ini, Danantara mencoba berbagai strategi inovatif. Salah satu pendekatan utama adalah integrasi melalui pembentukan sub-holding.
Danantara mengelompokkan BUMN dengan lini bisnis sejenis untuk menciptakan skala ekonomi. Menghilangkan duplikasi. Meningkatkan efisiensi operasional.
Contohnya adalah integrasi BUMN di sektor pangan atau manufaktur. Integrasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang lebih besar.
Selain itu, Danantara juga gencar melakukan revitalisasi. Tidak hanya menyuntikkan modal. Tetapi juga melakukan perombakan manajemen yang signifikan.
Perbaikan tata kelola perusahaan yang transparan. Perumusan strategi bisnis yang lebih adaptif terhadap dinamika pasar.
Ini berarti melakukan divestasi atau penggabungan beberapa entitas BUMN yang sudah tidak efisien. Tujuannya efektivitas portofolio secara keseluruhan.