Lebih lanjut, kata Darius pada Selasa 24 Juni 2025 Kemarin, pihak Ombudsman juga telah menghubungi Gubernur NTT dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT untuk memberikan perhatian khusus terhadap sekolah-sekolah yang tidak mematuhi arahan dan bahkan menambah item pungutan baru dalam proses pendaftaran ulang.
Ia menegaskan bahwa biaya pembangunan sekolah semestinya menjadi tanggung jawab negara atau menggunakan dana komite yang telah ada, bukan dibebankan kepada orang tua secara langsung.
Kondisi serupa juga ditemukan di tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) negeri yang menjadi kewenangan kabupaten/kota. Padahal pendidikan dasar seharusnya gratis. Namun, praktik pungutan tetap terjadi, dengan biaya pendaftaran berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000.
Pungutan ini mencakup biaya seragam nasional, batik, topi, dasi, hingga tes IQ, serta sumbangan komite dan paguyuban kelas.
BACA JUGA:Gubernur NTT, Sidak Langsung ke Pasar Oeba Pantau Harga Ikan Tembang
Contohnya, di SMPN 1 SoE, pungutan komite mencapai Rp 20.000–50.000 per bulan, sedangkan pungutan paguyuban kelas berkisar Rp 10.000–15.000 per siswa per bulan. Di SMPN 1 Adonara Barat, ditemukan pungutan untuk uang pembangunan dan cenderamata.
"Kami minta agar seluruh sekolah mematuhi arahan Dinas Pendidikan untuk tidak melakukan pungutan yang tidak perlu dalam rangka meningkatkan partisipasi pendidikan seluruh anak-anak NTT," tutup Darius.(dms)