220 Pelajar di NTT Keracunan MBG, Ombudsman: Dapur Pengolahan Harus Bisa Diakses Publik

SPPG sebagai pelaksana program MBG menerapkan standar pelayanan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dalam pendistribusian menu MBG.--
Disway.id, NTT - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) Darius Beda Daton, meminta adanya keterbukaan informasi terkait dapur pengolahan makan bergizi gratis (NTT.disway.id/listtag/1236/mbg">MBG). Hal ini menyusul kejadian 220 siswa di NTT yang diduga keracunan usai mengonsumsi NTT.disway.id/listtag/1236/mbg">MBG. "Kita minta adanya keterbukaan informasi terkait dapur pengolahan NTT.disway.id/listtag/1236/mbg">MBG. Bagaimana publik bisa mengakses dapur, memastikan pengolahan makanan benar-benar sehat dan aman," kata Darius, kepada Disway, Sabtu (26/7/2025).
Sehingga lanjut Darius, Ombudsman meminta agar koordinator program MBG di NTT dapat bersinergi dengan stake holder pengawasan di tingkat pemerintah daerah. Mulai dinas kesehatan, kecamatan, puskesmas, hingga media massa, untuk memonitor sekaligus menjamin pelaksanaan program MBG berjalan lancar tanpa pengaduan.
Menurut Darius, pihaknya menyesalkan kejadian tersebut. Kasus tersebut bisa saja mengindikasikan adanya maladministrasi. Baca juga: Keracunan MBG Terjadi Lagi, Anggota DPR Minta BGN Perhatikan 3 Hal Ini Misalnya, berupa penyimpangan prosedur pelayanan SPPG (satuan pelayanan pemenuhan gizi) saat menyiapkan dan mendistribusikan menu MBG. Ombudsman menegaskan, korban harus segera mendapatkan penanganan medis dan pemerintah wajib bertanggung jawab. Program ini merupakan program pemerintah dan menggunakan APBN. Pemerintah tidak boleh abai terhadap dampak langsung yang terjadi di lapangan. "Sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI akan terus memantau dan memberikan saran perbaikan terhadap pelaksanaan MBG," tegasnya.
Mengacu pada petunjuk teknis penyelenggaraan bantuan pemerintah untuk program makan bergizi gratis tahun anggaran 2025, maka SPPG wajib memperhatikan sejumlah hal. Di antaranya kata Darius, pemilihan bahan baku makanan, penyimpanan bahan makanan mentah dan matang, persiapan pengolahan makanan, proses pengolahan makanan, pemorsian, pengemasan dan transportasi. Kemudian, pencucian dan penyimpanan alat, standar layout dan equipmen dapur, personal higenis, kontaminasi silang, pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit, pencemaran makanan dan penyakit bawaan, serta pengelolaan air dan pemeliharaan lingkungan Ombudsman berharap, peristiwa keracunan yang terjadi di enam sekolah di NTT menjadi pelajaran berharga agar kejadian serupa tidak berulang. "Salah satunya, memitigasi dengan menyusun SOP pengecekan higienitas dan kelayakan menu MBG di tingkat hulu dan hilir, sebelum dibagikan ke siswa penerima manfaat," ujar Darius.
Selain itu, pihaknya meminta agar SPPG sebagai pelaksana program MBG menerapkan standar pelayanan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dalam pendistribusian menu MBG. Sebab Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pengendali SPPG telah menyusun standar pelayanan dalam program MBG. SPPG dan sekolah sebagai penerima manfaat MBG, diminta mematuhi sekaligus melaksanakan Perpres Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Menurutnya, Perpres tersebut menjadi dasar perlunya kanal pengaduan di tingkat SPPG dan sekolah untuk melokalisasi laporan seputar pelayanan program MBG. Serta memudahkan semua pihak menyampaikan komplain dalam rangka evaluasi perbaikan layanan program MBG. Baca juga: Menteri HAM Bicara Problem Penolakan MBG di Papua Sebelumnya diberitakan, sebanyak 111 siswa dan siswi sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 8 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Kota Kupang, usai menyantap makan bergizi gratis (MBG), Selasa (22/7/2025). Korban keracunan pun bertambah, dari 111 siswa menjadi 130 orang. Tak hanya di SMP Negeri 8 Kota Kupang, korban keracunan MBG juga dialami 13 murid sekolah dasar (SD) Negeri Tenau Kota Kupang dan dua siswa SMA Negeri 1 Taebenu, Kabupaten Kupang.
Kejadian yang sama juga dialami 75 siswa SMA dan SMK di Kabupaten Sumba Barat Daya. Saat ini, 75 siswa dirawat di Rumah Sakit Karitas Waitabula, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Reda Bolo, dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Radamata.
Sumber: