Bantah Klaim Satgas Bentukan Gubernur NTT, Warga Sebut Geotermal Musnahkan Ruang Hidup

Warga dari berbagai wilayah di Flores dan Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali angkat suara terkait proyek panas bumi yang dinilai merusak ruang hidup mereka.--
“Jika perusahaan tetap memaksa bor, maka warga Wae Sano akan punah dan kebudayaannya akan hilang. Panas bumi akan menjadi alat pemusnahan dan membunuh kehidupan dan kesatuan alam kami,” kata Erwin.
Ia juga mengungkapkan bahwa proyek ini bukan sekadar proyek energi, tetapi juga bentuk perampasan tanah adat.
“Mereka datang dengan peta konsesi yang mencaplok ladang, kebun, mata air, dan ruang hidup kami,” katanya.
Kondisi Mengerikan di Mataloko dan Sokoria
Antonius Anu dari Mataloko menggambarkan kondisi yang semakin memburuk. Uap panas dan lumpur mulai menyembur di kebun warga, menyebar hingga dua ribu meter persegi.
“Bau belerang menguasai udara. Setiap dini hari, kami menghirup aroma belerang dalam setiap tarikan napas,” keluhnya.
Masalah kesehatan pun muncul, terutama penyakit kulit yang banyak menyerang anak-anak. Namun, pihak proyek menyatakan situasi masih terkendali.
“Tetapi laporan tim teknis menyebut semuanya terkendali,” ujar Anu dengan nada sinis.
Di desa Wogo, gangguan geotermal ditandai dengan suara mendesis dari dalam tanah, dan sumber air pun mulai dikeruk.
“Sungai kami, Sungai Tiwu Bala di Ladja, telah ditanami batang-batang pipa besi yang kemudian menyedot dan mengalirkan airnya untuk mencoblos perut bumi,” ungkap Anu.
Sumber: