Permintaan PIAR: Polda NTT segera Gelar Perkara Kasus Penelantaran Anak dan Istri

Permintaan PIAR: Polda NTT segera Gelar Perkara Kasus Penelantaran Anak dan Istri--
Disway.id, NTT - Aktivis Perempuan, Sarah Perry Mboeik kembali bersuara atas kasus dugaan penelantaran anak dan istri yang menjerat salah satu oknum anggota DPRD Kota Kupang, dari Partai Hanura yakni Mokrianus Lay. Sarah Lerry Mboeik mendesak agar Polda NTT segera melakukan gelar perkara untuk melakukan penetapan tersangka atas kasus penelantaran anak dan istri.
Dikatakan Sarah, jika sudah ditetapkannya tersangka oleh Polda NTT, maka harus diikuti dengan penahanan terhadap tersangka, karena ancaman hukuman kasus tersebut di atas lima tahun.
"Jadi, jika sudah ada gelar perkara dan ada tersangka, maka tersangka harus ditahan agar tidak membuat tindak pidana lainnya, dengan mengancam para saksi dan korban ataupun berbuat nekat pada korban dan juga melakukan upaya lain, untuk menghambat setiap proses hukum yang sementara berjalan. Karena terbukti, pelaku sering mengulur-ulur waktu. Buktinya, laporan kasus ini sudah dari 2023, namun sampai saat ini baru masuk tahapan penyidikan," ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa sesuai pengakuan dari korban bahwa korban sering mendapatkan ancaman. Sehingga, perlu adanya penahanan jika sudah ditetapkannya tersangka untuk kasus ini.
"Kami sudah bertemu dengan korban dan korban menceritakan semua kebenarannya dengan bukti-bukti yang disampaikan. Sehingga, saya meragukan keterangan dari kuasa hukum terduga pelaku, yang dimuat di media," ungkapnya.
Sarah juga menambahkan bahwa korban pun mengeluhkan hasil keputusan dari Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Kupang. Sebab, hingga saat ini tidak disampaikan secara baik kepada korban yang melaporkan kasus itu.
"Masa lembaga terhormat tetapi surat hasil keputusan dari Badan Kehormatan saja tidak diberikan kepada pelapor. Lembaga terhormat masa penyelesaiannya seperti itu, tidak ada pertanggung jawaban kepada korban atau pelapor," jelasnya.
Dikatakan bahwa dirinya akan melakukan beraudiensi dengan BK DPRD Kota Kupang.
"Lalu yang sangat kami sayangkan adalah kasus ini dengan ancaman kurungan penjara lima tahun, namun di Badan Kehormatan DPRD Kota Kupang, hanya memutuskan kasus tersebut sebagai pelanggaran sedang saja," ungkapnya.
Putusan ini, kata dia, membuat publik bertanya, apakah Badan Kehormatan DPRD Kota Kupang ini memutuskan sebuah kasus berdasarkan hasil investigasi yang sebenarnya atau direkayasa," ungkapnya.
Sumber: